Kamis, 04 April 2013

Successful Aging?? Harus!!

        Masa lansia sering dimaknai sebagai masa kemunduran, terutama pada keberfungsian fungsi-fungsi fisik dan psikologis. Elizabeth Hurlock (1980) mengemukakan bahwa: “penyebab kemunduran fisik ini merupakan suatu perubahan pada sel-sel tubuh bukan karena penyakit khusus tetapi karena proses menua. Kemunduran dapat juga mempunyai penyebab psikologis. Sikap tidak senang terhadap diri sendiri, orang lain, pekerjaan dan penghidupan pada umumnya dapat menuju kepada keadaan uzur, karena terjadi perubahan pada lapisan otak, akibatnya, orang menurun secara fisik dan mental dan mungkin akan segera mati.”.

Masa lansia bisa jadi juga disertai dengan berbagai penyakit yang menyerang dan menggerogoti kehidupan lansia sekalipun tidak semua lansia adalah berpenyakit, tapi kebanyakan lansia rentan terhadap penyakit-penyakit tertentu akibat kondisi organ-organ tubuh yang telah Aus atau mengalami kemunduran juga fungsi imun (kekebalan tubuh) yang juga menurun. Masalah-masalah lain seperti kemundurun dari aspek sosial ekonomi.

Secara ekonomi, lansia merupakan masa pensiun, produktivitas menurun, otomatis penghasilan juga berkurang bahkan bisa jadi nihil. Yang menyebabkan lansia menjadi tergantung atau mengaantungkan diri pada orang lain seperti anak atau keluarga yang lain. Kemunduran dari segi sosial ditandai dengan kehilangan jabatan atau posisi tertentu dalam sebuah organisasi atau masyarakat, yang telah menempatkan dirinya sebagi individu dengan status terhormat, dihargai, memiliki pengaruh, dan didengarkan pendapatnya. Sekalipun mengalami kemunduran pada beberapa aspek kehidupannya, bukan berarti lansia tidak bisa menikmati kehidupannya. Lansia pasti memiliki potensi yang bisa dimanfaatkan untuk mengisi hari-harinya dengan hal-hal yang bermanfaat dan menghibur. Banyak lansia yang masih potensial serta memiliki energi dan semangat untuk berprestasi.

 

II.           SUCCESSFUL AGING

 

Berbagai organisme menunjukkan perubahan bentuk dan fungsi seiring penunaan, beberapa di antaranya mungkin menyebabkan penurunan status fungsional. Perubahan-perubahan itu mungkin berhubungan dengan faktor proses menua, proses penyakit, paparan toksin, respons kompensasi terhadap trauma atau kombinasi berbagai faktor tersebut.

Karakteristik penuaan itu tidak berlaku secara universal karena bisa berbeda antar-individu maupun antar-organ. Dalam konteks ini kemudian dikenal istilah usual dan successful aging. Usual aging digunakan untuk menunjukkan mereka yang memiliki karakteristik penuaan yang sama dengan kebanyakan individu, mengalami penurunan fungsi fisik, sosial, dan kognitif. Sedangkan succesful aging adalah suatu istilah bagi mereka yang sedikit sekali menunjukkan karakteristik penuaan, dimana kehilangan fungsi amat minimal.

Konsep successful aging diperkenalkan pada 1986, yang kemudian pada 1987 oleh Rowey dan Khan dinyatakan bahwa terdapat tiga komponen dari successful aging yaitu tidak ada atau terhindar dari penyakit dan faktor risiko penyakit, fungsi fisik dan kognitif yang terpelihara, dan tetap aktif dalam kehidupan (termasuk memelihara diri sendiri dan dukungan sosial).

Walaupun rata-rata harapan hidup setiap tahun terus meningkat, namun tetap banyak penyakit yang dapat menurunkan usia harapan hidup tersebut. Beberapa penyakit yang dikaitkan dengan usia tua yang banyak diteliti antara lain penyakit jantung, kanker, stroke, diabetes, dan demensia.

Meski penyakit-penyakit tersebut tidak hanya terjadi pada orang usia lanjut, namun prevalensinya tinggi pada populasi usia tua sehingga menciptakan kesan bahwa penyakit ini merupakan bagian dari proses menua. Karenanya, salah satu tujuan dari successful aging adalah menekan angka kesakitan tersebut.

Untuk meningkatkan successful aging pada manusia, jumlah orang yang dapat hidup sampai usia lanjut harus ditingkatkan. Demikian pula pada saat yang bersamaan, penyakit yang terkait usia seperti yang disebutkan di atas diupayakan terjadi pada usia setua mungkin, dalam periode sesingkat mungkin menjelang kematian. Pencegahan primer seperti berhenti merokok, olah raga yang teratur, penurunan kolesterol, dan lain sebagainya, mempunyai efek yang bermakna terhadap penyakit-penyakit terkait usia tersebut.

Succesful aging mencakup kepuasan terhadap kehidupan di masa lalu dan sekarang, mengandung komponen seperti kebahagiaan, keterkaitan antara tujuan yang diinginkan dan yang dicapai, konsep diri, moral, mood, dan kesejahteraan secara keseluruhan. Fungsi sosial yang berkelanjutan adalah salah satu tujuan successful aging, meliputi kemampuan tinggi di dalam memfungsikan peran sosial, interaksi antar-sesama, serta partisipasi dalam masyarakat.

Successful aging semestinya dipandang sebagai proses dinamis, sebagai hasil akhir perkembangan sosial selama hidupnya, dan sebagai kemampuan untuk tumbuh dan belajar menggunakan pengalaman masa lalunya untuk mengatasi situasi lingkungan saat ini.

Successful Aging bisa diartikan sebagai kondisi fungsional lansia berada pada kondisi maksimum atau optimal, sehingga memungkinkan mereka bisa menikmati masa tuanya dengan penuh makna, membahagiakan, berguna dan berkualitas.

Setidaknya ada beberapa faktor yang menyebabkan seorang lansia untuk tetap bisa berguna dimasa tuanya, yakni; kemampuan menyesuaikan diri dan menerima segala perubahan dan kemunduran yang dialami, adanya penghargaan dan perlakuan yang wajar dari lingkungan lansia tersebut, lingkungan yang menghargai hak-hak lansia serta memahami kebutuhan dan kondisi psikologis lansia dan tersedianya media atau sarana bagi lansia untuk mengaktualisasikan potensi dan kemampuan yang dimiliki. Kesempatan yang diberikan akan memiliki fungsi memelihara dan mengembangkan fungsi-fungsi yang dimiliki oleh lansia.

Rowe and Kahn (dalam Tate, dkk, 2002) mendefinisikan successful aging sebagai individu yang sudah lanjut usia yang tercegah dari berbagai penyakit, mampu memelihara fungsi fisik dan kognitif yang tinggi serta mempunyai keterikatan positif dengan kehidupannya.

Von Vaber. Et. al (dalam Tate, dkk, 2002) menjelaskan successful aging dengan beberapa konsep yaitu mempunyai teman dan keluarga, berdamai dengan diri sendiri, mempunyai aktivitas yang moderat, mampu beradaptasi, serta mengenali keterbatasan diri. 

Penelitan terhadap usia lanjut mengungkapkan bahwa rangsangan dapat membantu mencegah kemunduran fisik dan mental. Mereka secara fisik dan mental tetap aktif dimasa tua tidak terlampau menunjukkan kemunduran fisik dan mental dibanding dengan mereka yang menganut filsafat “kursi goyang” terhadap masalah usia tua dan menjadi tidak aktif karena kemampuan-kemampuan fisik dan mental mereka sedikit sekali memperoleh rangsangan”(E. Hurlock;1980).

Aktivitas fisiknya misalnya olah raga yang dilakukan secara rutin dan teratur akan sangat membantu kebugaran dan menjaga kemampuan psikomotorik lansia. Aktivitas-aktivitas kognitif seperti membaca, berdiskusi, mengajar, akan sangat bermanfaat bagi lansia untuk mempertahanakan fungsi kognitifnya sebab otak yang sering dilatih dan dirangsang maka akan semakin berfungsi baik, berbeda jika fungsi otaknya tidak pernah dilatih maka itu akan mempercepat lansia mengalami masa dimensi dini.

Aktivitas-aktivitas spiritualitas dan sosial akan memberikan nilai tertinggi bagi lansia untuk menemukan kebermaknaan dan rasa harga dirinya, dengan banyak berdzikir dan melaksanakan ibadah sehari-hari lansia akan menjadi lebih tenang dalam hidupnya kecemasan akan kematian bisa direduksi. Dengan aktif dalam aktivitas sosial, seperti tergabung dalam paguyuban lansia atau karang werdha akan menjadi ajang bagi mereka untuk saling bertukar pikiran, berbagi pengalaman dan saling memberikan kepedulian, kegiatan ini akan sangat membantu para lansia untuk mencapai kualitas hidup yang maksimal.

III.        FAKTOR-FAKTOR DALAM MENCAPAI SUCCESSFUL AGING

Ada banyak faktor dalam rangka pencapaian Successful aging pada lansia. Faktor-faktor tersebut bisa berasal dari lansia itu sendiri ataupun dari lingkungan. Bagaimana penerimaan lansia terhadap masa tuanya dan bagaimana perlakuan lingkungan. Atau bisa juga pengaruh masa lalu, masa kini serta tujuan hidup dimasa depan, Elizabeth Hurlock, memberikan beberapa kunci yang dapat menunjang kebahagian pada masa usia lanjut :

  • Sikap yang menyenangkan terhadap usia lanjut berkembang sebagai akibat dari kontak pada usia sebelumnya dengan usia lanjut yang menyenangkan Kenangan yang menggembirakan sejak masa kanak-kanak sampai masa dewasanya.
  • Sikap yang realistis terhadap kenyataan dan mau menerima kenyataan tentang perubahan fisik dan psikis sebagai akibat dari usia lanjut yang tidak dapat dihindari.
  • Menerima kenyataan dan kondisi hidup yang ada sekarang, walaupun kenyataan tersebut berada di bawah kondisi yang diharapkan. Perasaan puas dengan prestasi yang ada sekarang dan prestasi masa lalu.
  • Puas dengan status perkawinannya dan kehidupan seksualnya.
  • Kesehatan cukup bagus tanpa mengalami masalah kesehatan yang kronis.
  • Situasi keuangan memadai untuk memenuhi seluruh keinginan dan kebutuhannya
  • Mempunyai kesempatan untuk memantapkan kepuasan dan pola hidup yang diterima oleh kelompok sosial dimana ia sebagai anggotanya.
  • Diterima oleh dan memperoleh respek dari kelompok sosial.
  • Bebas untuk mencapai gaya hidup yang diinginkan tanpa intervensi dari luar.
  • Terus berpartisipasi dengan kegiatan yang berarti dan menarik.
  • Menikmati kegiatan rekreasional yang direncanakan khusus bagi orang usia lanjut.
  • Menikmati kegiatan sosial yang dilakukan dengan kerabat keluarga dan teman-teman. 
  • Melakukan kegiatan produktif, baik kegiatan dirumah maupun kegiatan yang secara sukarela dilakukan.

Sementara dalam konteks masyarakat Indonesia yang sangat menekankan nilai-nilai komunal kolektivitas, salah satu faktor yang sangat memberikan kebahagian pada lansia yakni ketika mereka diberikan kesempatan untuk tinggal bersama dengan anak-anaknya dalam satu atap dimasa tuanya serta bisa berkumpul dengan cucunya, sehingga kadang ada istilah cucu kesayangan dll, dan melihat anak-anak mereka berhasil dan sukses dalam kehidupannya hal ini juga berasal dari faktor tingginya tanggung jawab orang tua terhadap anak tingginya tingkat ketergantungan anak pada orang tua, berbeda pada masyarakat barat yang sangat menekankan kemandirian pada anak-anaknya.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa masa lansia adalah sebuah kenyataan yang perlu diterima dengan iklhas dan apa adanya, tidak menyalahkan masa lalu apalagi ingin kembali pada masa lalu atau dengan kata lain terlalu membanding-bandingkan antara kondisi dimasa muda dengan masa sekarang, seorang lansia seyogyanya memiliki konsep untuk menikmati kehidupannya saat ini. Seperti ungkapan bijak mengatakan bahwa masa lalu tidak mungkin dirubah masa depan belum tentu datang, yang bisa dirubah adalah apa yang dialami sekarang. Tentunya adalah lebih kepada pemahaman dan pemaknaan setiap peristiwa hidup dengan melihatnya secara lebih positif dan bijaksana. Selanjutnya, masa lansia mestinya tetap produktif dengan mengisi berbagai kegiatan yang positif seperti olah raga, membaca buku, bersosialisasi, aktif dalam kegiatan keagamaan dan menjaga pola hidup yang sehat seperti tidak merokok, menghindari makanan yang berlemak dan kolesterol tinggi. Produktivitas akan meningkatkan rasa harga diri dan kebermaknaan hidup lansia, dengan melakukan pekerjaan baru atau memberikan perhatian pada hal-hal tertentu dan memberikan manfaat pada orang lain dan lingkungan tentunya memberikan nilai plus tersendiri. Banyak hal sederhana yang bisa dilakukan yang justru bagi orang lain akan sangat berarti.

Beberapa pakar lain merumuskan beberapa Faktor-faktor yang Berperan Mencapai Successful Aging , yaitu :

1. Faktor Internal Diri

Satlin, Weintraub, Powell & Whitla (dalam Santrock, 2002) menyebutkan bahwa proses penuaan yang berhasil membutuhkan usaha usaha dan ketrampilan-ketrampilan mengatasi masalah. Orang-orang dewasa lanjut yang mengembangkan suatu komitmen terhadap kehidupan yang aktif dan percaya bahwa pengembangan ketrampilan-ketrampilan mengatasi masalah dapat menghasilkan kepuasan hidup yang lebih besar, cenderung lebih berhasil melalui proses penuaan dibandingkan mereka yang tidak membuat komitmen ini.

2. Faktor Dukungan Sosial

Chappel & Badger, Palmore, dkk (dalam Santrock, 2002) mengatakan bahwa orang-orang dewasa lanjut yang memiliki jaringan sosial pertemanan dan keluarga yang luas, lebih puas dengan hidupnya dibandingkan dengan orang-orang dewasa lanjut yang terisolir secara sosial.

Levit, dkk (dalam Santrock, 2002) menyatakan bahwa keterikatan yang dekat dengan satu atau lebih orang lebih penting daripada jaringan dukungan sosial.

IV.        INDIKATOR SUCCESSFUL AGING

Successful aging menurut Jones dan Rose (2005) dapat dilihat dari beberapa indikator yaitu “autonomy (independence), financial and social status, sense of meaningful purpose in life, and self actualization” atau otonomi (kemandirian), keuangan dan status sosial, kebermaknaan hidup dan aktualisasi diri.

a.       Autonomy (independence) atau kemandirian

Autonomi (independence) dapat diartikan sebagai otonomi atau kebebasan (Echols & Shadily, 2007). Otonomi dapat berarti hak atau wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan yang berlaku (Depdikbud, 1996). Jadi dapat disimpulkan bahwa autonomy (independence) dapat berarti kebebasan untuk mengatur sendiri daerah/wilayah sesuai dengan peraturan yang berlaku atau dapat disebut sebagai kemandirian. Menurut Suardiman (2011) yang membahas tentang kemandirian para lanjut usia, mandiri mengandung artian bahwa dalam menjalani hajat hidup keseharian, lanjut usia tidak bergantung kepada orang lain. Mandiri dapat dilihat dari berbagai macam sudut, antara lain:

1)             Mandiri dalam arti ekonomik, merupakan kemadirian dari segi ekonomi, dimana lanjut usia tidak memiliki ketergantungan keuangan pada orang lain, sekaligus memiliki pendapatan yang dapat menjamin kehidupannya. Misalnya, pensiun, tabungan hari tua, dan lain sebagainya.

2)             Mandiri ditinjau dari kemampuannya untuk melakukan kegiatan sehari-hari (Actifities of Daily Life-ADL), meliputi; lanjut usia mandiri sepenuhnya, mandiri dengan bantuan langsung keluarganya, dengan bantuan tidak langsung, lanjut usia dengan bantuan badan sosial, lanjut usia di panti wredha, lanjut usia yang di rawat di rumah sakit, dan lanjut usia dengan gangguan mental (Depkes. RI II).

3)             Mandiri berdasarkan aspek kepribadian, yaitu kemampuan mengatasi masalah, penuh ketekunan, memperoleh kepuasan dari usahanya serta berkeinginan mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain (Hutherington). Lindgren (1974) melanjutkan bahwa individu mandiri adalah individu yang memiliki keteguhan hati tentang dirinya dan siapa yang bertanggung jawab atas perilakunya sendiri. Dalam hal ini, keinginan lanjut usia untuk bebas mandiri untuk tetap bertempat tinggal di rumah sendiri daripada mengikuti anaknya, dapat menjadi suatu gambaran dari makna mandiri yang disebutkan oleh Lindgren.

4)             Mandiri menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 pasal 1 dan 3. Kemampuan untuk mandiri hanya dilakukan oleh lanjut usia yang potensial, yaitu lanjut usia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan menghasilkan barang atau jasa.

Berdasarkan keempat kriteria tersebut, lanjut usia dapat dikatakan mandiri ketika dapat memenuhi minimal satu dari keempat macam sudut tersebut, yaitu mengikuti Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 pasal 1 dan 3. Hal itu dikarenakan Negara Indonesia memiliki program pemberdayaan lanjut usia dalam bidang ketenagakerjaan, sebagai penunjang kemandirian lanjut usia, baik dari aspek ekonomis, pemenuhan kebutuhan psikologi, sosial, budaya dan kesehatan (Komisi Nasional Lanjut Usia, 2010).

 

b.    Financial and social status atau finansial dan status sosial

Financial bagi lanjut usia bukanlah salah satu kewajiban di dalam masanya. Namun, ideal dari masa usia lanjut terhadap keuangan adalah suatu masa dimana masa tersebut tidak direpotkan oleh urusan mencari uang, tetapi masa menikmati jerih payahnya bekerja pada waktu muda, sehingga hidup tenang, sejahtera dan bahagia (Suardiman, 2011). Keuangan hanya sebagai penjaga agar mereka tetap mandiri (Hurlock,2004).

Status sosial bagi lanjut usia terutama lanjut usia pada masyarakat Jawa adalah lanjut usia yang menjadi pepundhen dan sesepuh. Pepundhen merupakan julukan untuk lanjut usia sebagai seseorang yang dipundhipundhi, ditempatkan pada tempat yang tinggi, dihormati. Budaya jawa juga memberi status yang tinggi pada orang tua atau usia lanjut yang berperan aktif dan biasa disebut dengan sesepuh. Diharapkan lanjut usia dapat berperan sebagai penasihat yang arif bijaksana, pemandu kegiatan keagamaan, pemelihara tradisi serta menjadi teladan bagi generasi muda (Suardiman, 2011).

 

c.       Sense of meaningful purpose in life atau kebermaknaan hidup

Meaningful purpose in life dapat berarti kebermaknaan hidup. Teori mengenai kebermaknaan hidup dibahas oleh Viktor Frankl yang dikenal sebagai logoterapi. Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan (the purpose in life). Bila hal itu berhasil dipenuhi akan menyebabkan seseorang merasakan kehidupan yang berarti dan pada akhirnya akan menimbulkan perasaan bahagia (happiness) (Bastaman, 2007).

Lanjut usia yang hidupnya bermakna dapat dideskripsikan sebagai orang-orang yang menerima dan bersikap positif terhadap ketuaannya serta menjalaninya dengan tenang. Dia selalu berusaha meningkatkan iman dan takwanya kepada Tuhan. Ia mampu hidup mandiri dan tidak terlalu tergantung pada keluarga, apalagi membebaninya. Hubungan dengan pasangan tetap rukun, demikan juga terhadap anak-anak dan kerabat dekatnya. Ia juga memiliki teman dan sahabat serta lingkungan di luar keluarga tempat berkomunikasi dan bergaul. Kondisi kesehatan terjaga dengan baik, sama halnya dengan kesejahteraannya. Lanjut usia bermakna juga dihormati dan menjadi panutan dalam keluarga dan lingkungannya, ia berusaha membagi pengalamannya yang bermanfaat. Lanjut usia juga memiliki harapan dirinya akan menjadi lebih baik dan bersedia memperbaiki diri. Hasratnya adalah menjadi orang yang berguna dan memberikan manfaat sebanyak-banyaknya pada lingkungan sekitarnya (Bastaman, 2007).

 

d.      Self Actualization atau aktualisasi diri

Pencetus dari teori aktualisasi diri ini adalah Maslow. Menurutnya, aktualisasi diri hanyalah terdapat pada orang-orang dengan usia lanjut dan cenderung dipandang sebagai suatu keadaan puncak atau keadaan akhir. Aktualisasi diri merupakan suatu tujuan jangka panjang, bukan sebagai suatu proses dinamis yang terus aktif sepanjang hidup, serta lebih sebagai Ada daripada Menjadi. Hal itu dikarenakan proses aktualisasi merupakan perkembangan atau penemuan jati diri dan mekarnya potensi yang ada atau yang terpendam (Goble, 2010).

Ciri-ciri umum individu dengan manusia yang mengaktualisasikan dirinya antara lain :

1)   Kemampuan untuk melihat hidup secara jernih, yaitu melihat hidup apa adanya bukan menurutkan keinginan mereka. Tidak bersikap emosional, lebih objektif terhadap hasil pengamatan.

2)   Memiliki ketegasan mengenai yang benar dan yang salah di dalam berbagai macam aspek kehidupan, sehingga mampu menembus dan melihat realitas yang tersembunyi.

3)   Memiliki sifat rendah hati, mampu mendengarkan orang lain dengan sabar, mau mengakui bahwa mereka tidak tahu segalanya dan bahwa orang lain akan mengajari mereka sesuatu.

4)   Memiliki persepsi yang jauh dari hasrat-hasrat, kecemasan, ketakutan, harapan, optimisme palsu atau pesimisme/B-cognition (Being-cognition), yang diiringi dengan penuh keyakinan.

5)   Membaktikan diri pada tugas atau kewajiban tertentu.

6)   Memiliki kreatifitas yaitu fleksibilitas, spontanitas, keberanian, berani berbuat kesalahan, keterbukaan dan kerendahan hati (terbuka terhadap gagasan baru).

7)   Kadar konflik dalam diri yang rendah, tidak berperang melawan dirinya sendiri, pribadi menyatu. Artinya memiliki lebih banyak energi untuk hal-hal yang lebih produktif. Ia melakukan kesalahan, namun kesalahan itu diterimanya dengan lapang hati

8)   Mandiri: tidak terlalu merisaukan kehormatan, prestise, maupun hadiah penghargaan (kemerdekaan psikologis), tegas dalam menegakkan prinsip dasar (Goble, 2010).

Selanjutnya, the more self-actualized and transendenct an individual becomes, the wisher he or she also becomes. Self-actualization is defined as finding self fulfillment and realizing one’s potential. Transendence is defined as helping others find self-fulfillment and realize the potential. Dalam arti lain, seseorang akan menjadi semakin bijak apabila menjadi lebih beraktualisasi diri dan transenden.

Aktualisasi diri dapat diartikan sebagai menemukan pemenuhan diri dan memahami potensi seseorang. Transenden dapat didefinisikan sebagai membantu orang lain menemukan pemenuhan dirinya dan memahami potensi yang mereka miliki (Jones & Rose, 2005).

 

Berdasarkan beberapa macam indikator diatas, dapat disimpulkan bahwa lanjut usia dengan successful aging dilihat dari empat indikator yaitu autonomy (independence), financial and social status, sense of meaningful purpose in life, dan self actualization. Dalam arti lain dapat bermakna otonomi (kebebasan), financial dan status social, kebermaknaan hidup dan aktualisasi diri.

V.                CARA MENCAPAI SUCCESSFUL AGING

Dalam jurnal yang berjudul “The Journal of Active Aging”, menjelaskan bahwa ada sepuluh cara yang dapat dilakukan lansia untuk mencapai successful aging :

  • Gunakan atau hilangkan. Lansia mungkin sudah mempunyai banyak kemampuan dan ketrampilan dalam hidupnya, akan tetapi kemampuan atau ketrampilan itu akan merosot jika tidak digunakan atau tidak dipraktekkan lagi.
  • Tetap melakukan aktivitas. Tetap beraktivitas, misalnya melakukan aktivitas jalan-jalan selama 30 menit.
  • Selalu menggunakan atau mengaktifkan otak. Saluran neural otak tersebut masih akan berfungsi baik jika lansia tetap belajar dan mengembangkan saluran-saluran neural baru di otak mereka selama hidup mereka.
  • Tetap terkoneksi. Lansia adalah mahluk sosial dan tetap membutuhkan interaksi dengan orang lain.
  • Jangan merasa sudah tidak berguna. Lansia harus tetap kreatif dan mempunyai keterikatan yang positif dengan kehidupannya, sehingga masih dapat memberikan kontribusinya pada masyarakat.
  • Berhati-hati dengan ancaman. Sebagian dari lansia mempunyai resiko besar terhadap penyakit tertentu. Dengan mengidentifikasi resiko dapat menurunkan ancaman.
  • Makan makanan yang sehat. Seperti mesin, tubuh manusia membutuhkan makanan. Bahkan bisa ditambahkan pula, minum multivitamin, akan tetapi dengan dikonsultasikan ke dokter terlebih dahulu.
  • Tetap berelasi dengan anak. Mereka akan lebih bermakna apabila lansia masih tetap bisa melakukan interaksi atau komunikasi dengan anak-anak atau cucu-cucu mereka.
  • Merasa dibutuhkan. Ada banyak kesempatan untuk melakukan aktivitas di dalam masyarakat. Dengan beraktivitas, lansia bisa merasakan bahwa hidupnya masih bisa berguna.
  • Tertawa. Humor dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan melindungi diri dari penyakit. Humor juga dapat membuat perjalanan hidup lebih menyenangkan.




 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

Angerer, P., Siebert, U., Kothny, W., Muhlbauer, D., Mudra, H., Von Schacky, C.(2009). Impact of social support, cynical hostility and anger expression on progression of coronary atherosclerosis.Journal of American College of Cardiology.the American College of Cardiology.Published by Elsevier Science Inc. Vol. 36, No. 6, 2009.

Dorris.(2003). Successful and active aging.The Journal on Active Aging.2 (6), November – Desember.

Hamidah., Aryati T. W. Studi Eksplorasi Successful Aging melalui Dukungan Sosial bagi Lansia di Indonesia dan Malaysia.Jurnal. Fakultas Psikologi Universitas Airlangga

Lestari, T. P. (2008). Dukungan sosial keluarga pada lansia yang duda dan janda. Skripsi. Fakultas Psikologi. Universitas Sumatera Utara.

Lubis, A.J. (2003). Dukungan sosial bagi pasien gagal ginjal. Laporan Penelitian. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Santrock.J.W., 1999. Life-span development.5 ed. University of Texas at Dallas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar