Masa lansia sering
dimaknai sebagai masa kemunduran, terutama pada keberfungsian fungsi-fungsi
fisik dan psikologis. Elizabeth Hurlock (1980) mengemukakan bahwa: “penyebab kemunduran
fisik ini merupakan suatu perubahan pada sel-sel tubuh bukan karena penyakit
khusus tetapi karena proses menua. Kemunduran dapat juga mempunyai penyebab
psikologis. Sikap tidak senang terhadap diri sendiri, orang lain, pekerjaan dan
penghidupan pada umumnya dapat menuju kepada keadaan uzur, karena terjadi
perubahan pada lapisan otak, akibatnya, orang menurun secara fisik dan mental
dan mungkin akan segera mati.”.
Masa lansia bisa jadi
juga disertai dengan berbagai penyakit yang menyerang dan menggerogoti
kehidupan lansia sekalipun tidak semua lansia adalah berpenyakit, tapi
kebanyakan lansia rentan terhadap penyakit-penyakit tertentu akibat kondisi
organ-organ tubuh yang telah Aus atau mengalami kemunduran juga fungsi imun
(kekebalan tubuh) yang juga menurun. Masalah-masalah lain seperti kemundurun
dari aspek sosial ekonomi.
Secara ekonomi, lansia
merupakan masa pensiun, produktivitas menurun, otomatis penghasilan juga
berkurang bahkan bisa jadi nihil. Yang menyebabkan lansia menjadi tergantung
atau mengaantungkan diri pada orang lain seperti anak atau keluarga yang lain.
Kemunduran dari segi sosial ditandai dengan kehilangan jabatan atau posisi
tertentu dalam sebuah organisasi atau masyarakat, yang telah menempatkan
dirinya sebagi individu dengan status terhormat, dihargai, memiliki pengaruh,
dan didengarkan pendapatnya. Sekalipun mengalami kemunduran pada beberapa aspek
kehidupannya, bukan berarti lansia tidak bisa menikmati kehidupannya. Lansia
pasti memiliki potensi yang bisa dimanfaatkan untuk mengisi hari-harinya dengan
hal-hal yang bermanfaat dan menghibur. Banyak lansia yang masih potensial serta
memiliki energi dan semangat untuk berprestasi.
II.
SUCCESSFUL AGING
Berbagai organisme menunjukkan perubahan bentuk dan fungsi seiring
penunaan, beberapa di antaranya mungkin menyebabkan penurunan status
fungsional. Perubahan-perubahan itu mungkin berhubungan dengan faktor proses
menua, proses penyakit, paparan toksin, respons kompensasi terhadap trauma atau
kombinasi berbagai faktor tersebut.
Karakteristik penuaan itu tidak berlaku secara universal karena bisa berbeda
antar-individu maupun antar-organ. Dalam konteks ini kemudian dikenal istilah
usual dan successful aging. Usual aging digunakan untuk menunjukkan
mereka yang memiliki karakteristik penuaan yang sama dengan kebanyakan
individu, mengalami penurunan fungsi fisik, sosial, dan kognitif. Sedangkan succesful aging adalah suatu istilah
bagi mereka yang sedikit sekali menunjukkan karakteristik penuaan, dimana
kehilangan fungsi amat minimal.
Konsep successful aging
diperkenalkan pada 1986, yang kemudian pada 1987 oleh Rowey dan Khan dinyatakan
bahwa terdapat tiga komponen dari successful
aging yaitu tidak ada atau terhindar dari penyakit dan faktor risiko
penyakit, fungsi fisik dan kognitif yang terpelihara, dan tetap aktif dalam
kehidupan (termasuk memelihara diri sendiri dan dukungan sosial).
Walaupun rata-rata harapan hidup setiap tahun terus meningkat, namun tetap
banyak penyakit yang dapat menurunkan usia harapan hidup tersebut. Beberapa
penyakit yang dikaitkan dengan usia tua yang banyak diteliti antara lain penyakit
jantung, kanker, stroke, diabetes, dan demensia.
Meski penyakit-penyakit tersebut tidak hanya terjadi pada orang usia
lanjut, namun prevalensinya tinggi pada populasi usia tua sehingga menciptakan
kesan bahwa penyakit ini merupakan bagian dari proses menua. Karenanya, salah
satu tujuan dari successful aging
adalah menekan angka kesakitan tersebut.
Untuk meningkatkan successful aging
pada manusia, jumlah orang yang dapat hidup sampai usia lanjut harus
ditingkatkan. Demikian pula pada saat yang bersamaan, penyakit yang terkait
usia seperti yang disebutkan di atas diupayakan terjadi pada usia setua
mungkin, dalam periode sesingkat mungkin menjelang kematian. Pencegahan primer
seperti berhenti merokok, olah raga yang teratur, penurunan kolesterol, dan
lain sebagainya, mempunyai efek yang bermakna terhadap penyakit-penyakit
terkait usia tersebut.
Succesful aging mencakup
kepuasan terhadap kehidupan di masa lalu dan sekarang, mengandung komponen
seperti kebahagiaan, keterkaitan antara tujuan yang diinginkan dan yang
dicapai, konsep diri, moral, mood,
dan kesejahteraan secara keseluruhan. Fungsi sosial yang berkelanjutan adalah
salah satu tujuan successful aging,
meliputi kemampuan tinggi di dalam memfungsikan peran sosial, interaksi
antar-sesama, serta partisipasi dalam masyarakat.
Successful aging semestinya
dipandang sebagai proses dinamis, sebagai hasil akhir perkembangan sosial
selama hidupnya, dan sebagai kemampuan untuk tumbuh dan belajar menggunakan
pengalaman masa lalunya untuk mengatasi situasi lingkungan saat ini.
Successful Aging bisa diartikan sebagai kondisi fungsional
lansia berada pada kondisi maksimum atau optimal, sehingga memungkinkan mereka
bisa menikmati masa tuanya dengan penuh makna, membahagiakan, berguna dan
berkualitas.
Setidaknya ada beberapa
faktor yang menyebabkan seorang lansia untuk tetap bisa berguna dimasa tuanya,
yakni; kemampuan menyesuaikan diri dan menerima segala perubahan dan kemunduran
yang dialami, adanya penghargaan dan perlakuan yang wajar dari lingkungan
lansia tersebut, lingkungan yang menghargai hak-hak lansia serta memahami
kebutuhan dan kondisi psikologis lansia dan tersedianya media atau sarana bagi
lansia untuk mengaktualisasikan potensi dan kemampuan yang dimiliki. Kesempatan
yang diberikan akan memiliki fungsi memelihara dan mengembangkan fungsi-fungsi
yang dimiliki oleh lansia.
Rowe and Kahn (dalam
Tate, dkk, 2002) mendefinisikan successful
aging sebagai individu yang sudah lanjut usia yang tercegah dari berbagai
penyakit, mampu memelihara fungsi fisik dan kognitif yang tinggi serta
mempunyai keterikatan positif dengan kehidupannya.
Von Vaber. Et. al (dalam
Tate, dkk, 2002) menjelaskan successful
aging dengan beberapa konsep yaitu mempunyai teman dan keluarga, berdamai
dengan diri sendiri, mempunyai aktivitas yang moderat, mampu beradaptasi, serta
mengenali keterbatasan diri.
Penelitan terhadap usia
lanjut mengungkapkan bahwa rangsangan dapat membantu mencegah kemunduran fisik
dan mental. Mereka secara fisik dan mental tetap aktif dimasa tua tidak
terlampau menunjukkan kemunduran fisik dan mental dibanding dengan mereka yang
menganut filsafat “kursi goyang” terhadap masalah usia tua dan menjadi tidak
aktif karena kemampuan-kemampuan fisik dan mental mereka sedikit sekali
memperoleh rangsangan”(E. Hurlock;1980).
Aktivitas fisiknya
misalnya olah raga yang dilakukan secara rutin dan teratur akan sangat membantu
kebugaran dan menjaga kemampuan psikomotorik lansia. Aktivitas-aktivitas
kognitif seperti membaca, berdiskusi, mengajar, akan sangat bermanfaat bagi
lansia untuk mempertahanakan fungsi kognitifnya sebab otak yang sering dilatih
dan dirangsang maka akan semakin berfungsi baik, berbeda jika fungsi otaknya
tidak pernah dilatih maka itu akan mempercepat lansia mengalami masa dimensi
dini.
Aktivitas-aktivitas
spiritualitas dan sosial akan memberikan nilai tertinggi bagi lansia untuk
menemukan kebermaknaan dan rasa harga dirinya, dengan banyak berdzikir dan
melaksanakan ibadah sehari-hari lansia akan menjadi lebih tenang dalam hidupnya
kecemasan akan kematian bisa direduksi. Dengan aktif dalam aktivitas sosial,
seperti tergabung dalam paguyuban lansia atau karang werdha akan menjadi ajang
bagi mereka untuk saling bertukar pikiran, berbagi pengalaman dan saling
memberikan kepedulian, kegiatan ini akan sangat membantu para lansia untuk
mencapai kualitas hidup yang maksimal.
III.
FAKTOR-FAKTOR DALAM MENCAPAI SUCCESSFUL AGING
Ada banyak faktor dalam
rangka pencapaian Successful aging
pada lansia. Faktor-faktor tersebut bisa berasal dari lansia itu sendiri
ataupun dari lingkungan. Bagaimana penerimaan lansia terhadap masa tuanya dan
bagaimana perlakuan lingkungan. Atau bisa juga pengaruh masa lalu, masa kini
serta tujuan hidup dimasa depan, Elizabeth Hurlock, memberikan beberapa kunci
yang dapat menunjang kebahagian pada masa usia lanjut :
- Sikap yang menyenangkan terhadap usia lanjut
berkembang sebagai akibat dari kontak pada usia sebelumnya dengan usia
lanjut yang menyenangkan Kenangan yang menggembirakan sejak masa kanak-kanak
sampai masa dewasanya.
- Sikap yang realistis terhadap kenyataan dan mau
menerima kenyataan tentang perubahan fisik dan psikis sebagai akibat dari
usia lanjut yang tidak dapat dihindari.
- Menerima kenyataan dan kondisi hidup yang ada
sekarang, walaupun kenyataan tersebut berada di bawah kondisi yang
diharapkan. Perasaan puas dengan prestasi yang ada sekarang dan prestasi
masa lalu.
- Puas dengan status perkawinannya dan kehidupan
seksualnya.
- Kesehatan cukup bagus tanpa mengalami masalah
kesehatan yang kronis.
- Situasi keuangan memadai untuk memenuhi seluruh
keinginan dan kebutuhannya
- Mempunyai kesempatan untuk memantapkan kepuasan
dan pola hidup yang diterima oleh kelompok sosial dimana ia sebagai
anggotanya.
- Diterima oleh dan memperoleh respek dari kelompok
sosial.
- Bebas untuk mencapai gaya hidup yang diinginkan
tanpa intervensi dari luar.
- Terus berpartisipasi dengan kegiatan yang berarti
dan menarik.
- Menikmati kegiatan rekreasional yang direncanakan
khusus bagi orang usia lanjut.
- Menikmati kegiatan sosial yang dilakukan dengan
kerabat keluarga dan teman-teman.
- Melakukan kegiatan produktif, baik kegiatan
dirumah maupun kegiatan yang secara sukarela dilakukan.
Sementara dalam konteks
masyarakat Indonesia yang sangat menekankan nilai-nilai komunal kolektivitas,
salah satu faktor yang sangat memberikan kebahagian pada lansia yakni ketika
mereka diberikan kesempatan untuk tinggal bersama dengan anak-anaknya dalam
satu atap dimasa tuanya serta bisa berkumpul dengan cucunya, sehingga kadang
ada istilah cucu kesayangan dll, dan melihat anak-anak mereka berhasil dan
sukses dalam kehidupannya hal ini juga berasal dari faktor tingginya tanggung
jawab orang tua terhadap anak tingginya tingkat ketergantungan anak pada orang
tua, berbeda pada masyarakat barat yang sangat menekankan kemandirian pada
anak-anaknya.
Dari uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa masa lansia adalah sebuah kenyataan yang perlu diterima
dengan iklhas dan apa adanya, tidak menyalahkan masa lalu apalagi ingin kembali
pada masa lalu atau dengan kata lain terlalu membanding-bandingkan antara
kondisi dimasa muda dengan masa sekarang, seorang lansia seyogyanya memiliki
konsep untuk menikmati kehidupannya saat ini. Seperti ungkapan bijak mengatakan
bahwa masa lalu tidak mungkin dirubah masa depan belum tentu datang, yang bisa dirubah
adalah apa yang dialami sekarang. Tentunya adalah lebih kepada pemahaman dan
pemaknaan setiap peristiwa hidup dengan melihatnya secara lebih positif dan
bijaksana. Selanjutnya, masa lansia mestinya tetap produktif dengan mengisi
berbagai kegiatan yang positif seperti olah raga, membaca buku, bersosialisasi,
aktif dalam kegiatan keagamaan dan menjaga pola hidup yang sehat seperti tidak
merokok, menghindari makanan yang berlemak dan kolesterol tinggi. Produktivitas
akan meningkatkan rasa harga diri dan kebermaknaan hidup lansia, dengan
melakukan pekerjaan baru atau memberikan perhatian pada hal-hal tertentu dan
memberikan manfaat pada orang lain dan lingkungan tentunya memberikan nilai
plus tersendiri. Banyak hal sederhana yang bisa dilakukan yang justru bagi
orang lain akan sangat berarti.
Beberapa pakar lain
merumuskan beberapa Faktor-faktor yang Berperan Mencapai Successful Aging , yaitu :
1. Faktor
Internal Diri
Satlin, Weintraub,
Powell & Whitla (dalam Santrock, 2002) menyebutkan bahwa proses penuaan
yang berhasil membutuhkan usaha usaha dan ketrampilan-ketrampilan mengatasi
masalah. Orang-orang dewasa lanjut yang mengembangkan suatu komitmen terhadap
kehidupan yang aktif dan percaya bahwa pengembangan ketrampilan-ketrampilan
mengatasi masalah dapat menghasilkan kepuasan hidup yang lebih besar, cenderung
lebih berhasil melalui proses penuaan dibandingkan mereka yang tidak membuat
komitmen ini.
2. Faktor
Dukungan Sosial
Chappel & Badger,
Palmore, dkk (dalam Santrock, 2002) mengatakan bahwa orang-orang dewasa lanjut
yang memiliki jaringan sosial pertemanan dan keluarga yang luas, lebih puas
dengan hidupnya dibandingkan dengan orang-orang dewasa lanjut yang terisolir
secara sosial.
Levit, dkk (dalam
Santrock, 2002) menyatakan bahwa keterikatan yang dekat dengan satu atau lebih
orang lebih penting daripada jaringan dukungan sosial.
IV.
INDIKATOR SUCCESSFUL AGING
Successful aging menurut
Jones dan Rose (2005) dapat dilihat dari beberapa indikator yaitu “autonomy
(independence), financial and social status, sense of meaningful purpose
in life, and self actualization” atau otonomi (kemandirian), keuangan dan
status sosial, kebermaknaan hidup dan aktualisasi diri.
a.
Autonomy
(independence) atau
kemandirian
Autonomi (independence)
dapat
diartikan sebagai otonomi atau kebebasan (Echols & Shadily, 2007). Otonomi
dapat berarti hak atau wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri sesuai dengan peraturan yang berlaku (Depdikbud, 1996). Jadi dapat
disimpulkan bahwa autonomy (independence) dapat berarti kebebasan untuk
mengatur sendiri daerah/wilayah sesuai dengan peraturan yang berlaku atau dapat
disebut sebagai kemandirian. Menurut Suardiman (2011) yang membahas tentang
kemandirian para lanjut usia, mandiri mengandung artian bahwa dalam menjalani
hajat hidup keseharian, lanjut usia tidak bergantung kepada orang lain. Mandiri
dapat dilihat dari berbagai macam sudut, antara lain:
1)
Mandiri dalam arti ekonomik, merupakan
kemadirian dari segi ekonomi, dimana lanjut usia tidak memiliki ketergantungan keuangan
pada orang lain, sekaligus memiliki pendapatan yang dapat menjamin
kehidupannya. Misalnya, pensiun, tabungan hari tua, dan lain sebagainya.
2)
Mandiri ditinjau dari kemampuannya untuk
melakukan kegiatan sehari-hari (Actifities of Daily Life-ADL), meliputi;
lanjut usia mandiri sepenuhnya, mandiri dengan bantuan langsung keluarganya,
dengan bantuan tidak langsung, lanjut usia dengan bantuan badan sosial, lanjut
usia di panti wredha, lanjut usia yang di rawat di rumah sakit, dan lanjut usia
dengan gangguan mental (Depkes. RI II).
3)
Mandiri berdasarkan aspek kepribadian,
yaitu kemampuan mengatasi masalah, penuh ketekunan, memperoleh kepuasan dari usahanya
serta berkeinginan mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain (Hutherington).
Lindgren (1974) melanjutkan bahwa individu mandiri adalah individu yang
memiliki keteguhan hati tentang dirinya dan siapa yang bertanggung jawab atas
perilakunya sendiri. Dalam hal ini, keinginan lanjut usia untuk bebas mandiri untuk
tetap bertempat tinggal di rumah sendiri daripada mengikuti anaknya, dapat
menjadi suatu gambaran dari makna mandiri yang disebutkan oleh Lindgren.
4)
Mandiri menurut Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 pasal 1 dan 3. Kemampuan untuk mandiri hanya dilakukan
oleh lanjut usia yang potensial, yaitu lanjut usia yang masih mampu melakukan
pekerjaan dan menghasilkan barang atau jasa.
Berdasarkan keempat
kriteria tersebut, lanjut usia dapat dikatakan mandiri ketika dapat memenuhi
minimal satu dari keempat macam sudut tersebut, yaitu mengikuti Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 pasal 1 dan 3. Hal itu dikarenakan
Negara Indonesia memiliki program pemberdayaan lanjut usia dalam bidang
ketenagakerjaan, sebagai penunjang kemandirian lanjut usia, baik dari aspek
ekonomis, pemenuhan kebutuhan psikologi, sosial, budaya dan kesehatan (Komisi
Nasional Lanjut Usia, 2010).
b.
Financial
and social status atau finansial
dan status sosial
Financial bagi
lanjut usia bukanlah salah satu kewajiban di dalam masanya. Namun, ideal dari
masa usia lanjut terhadap keuangan adalah suatu masa dimana masa tersebut tidak
direpotkan oleh urusan mencari uang, tetapi masa menikmati jerih payahnya
bekerja pada waktu muda, sehingga hidup tenang, sejahtera dan bahagia
(Suardiman, 2011). Keuangan hanya sebagai penjaga agar mereka tetap mandiri
(Hurlock,2004).
Status sosial bagi
lanjut usia terutama lanjut usia pada masyarakat Jawa adalah lanjut usia yang
menjadi pepundhen dan sesepuh. Pepundhen merupakan julukan
untuk lanjut usia sebagai seseorang yang dipundhipundhi, ditempatkan pada
tempat yang tinggi, dihormati. Budaya jawa juga memberi status yang tinggi pada
orang tua atau usia lanjut yang berperan aktif dan biasa disebut dengan sesepuh.
Diharapkan lanjut usia dapat berperan sebagai penasihat yang arif bijaksana,
pemandu kegiatan keagamaan, pemelihara tradisi serta menjadi teladan bagi
generasi muda (Suardiman, 2011).
c.
Sense of
meaningful purpose in life atau kebermaknaan hidup
Meaningful purpose in
life dapat berarti kebermaknaan hidup. Teori mengenai kebermaknaan
hidup dibahas oleh Viktor Frankl yang dikenal sebagai logoterapi. Makna hidup
adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai
khusus bagi seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan (the
purpose in life). Bila hal itu berhasil dipenuhi akan menyebabkan seseorang
merasakan kehidupan yang berarti dan pada akhirnya akan menimbulkan perasaan bahagia
(happiness) (Bastaman, 2007).
Lanjut usia yang
hidupnya bermakna dapat dideskripsikan sebagai orang-orang yang menerima dan
bersikap positif terhadap ketuaannya serta menjalaninya dengan tenang. Dia
selalu berusaha meningkatkan iman dan takwanya kepada Tuhan. Ia mampu hidup
mandiri dan tidak terlalu tergantung pada keluarga, apalagi membebaninya.
Hubungan dengan pasangan tetap rukun, demikan juga terhadap anak-anak dan
kerabat dekatnya. Ia juga memiliki teman dan sahabat serta lingkungan di luar keluarga
tempat berkomunikasi dan bergaul. Kondisi kesehatan terjaga dengan baik, sama
halnya dengan kesejahteraannya. Lanjut usia bermakna juga dihormati dan menjadi
panutan dalam keluarga dan lingkungannya, ia berusaha membagi pengalamannya
yang bermanfaat. Lanjut usia juga memiliki harapan dirinya akan menjadi lebih
baik dan bersedia memperbaiki diri. Hasratnya adalah menjadi orang yang berguna
dan memberikan manfaat sebanyak-banyaknya pada lingkungan sekitarnya (Bastaman,
2007).
d.
Self
Actualization atau
aktualisasi diri
Pencetus dari teori
aktualisasi diri ini adalah Maslow. Menurutnya, aktualisasi diri hanyalah
terdapat pada orang-orang dengan usia lanjut dan cenderung dipandang sebagai
suatu keadaan puncak atau keadaan akhir. Aktualisasi diri merupakan suatu
tujuan jangka panjang, bukan sebagai suatu proses dinamis yang terus aktif
sepanjang hidup, serta lebih sebagai Ada daripada Menjadi. Hal itu dikarenakan proses
aktualisasi merupakan perkembangan atau penemuan jati diri dan mekarnya potensi
yang ada atau yang terpendam (Goble, 2010).
Ciri-ciri umum individu dengan manusia
yang mengaktualisasikan dirinya antara lain :
1) Kemampuan
untuk melihat hidup secara jernih, yaitu melihat hidup apa adanya bukan
menurutkan keinginan mereka. Tidak bersikap emosional, lebih objektif terhadap
hasil pengamatan.
2) Memiliki
ketegasan mengenai yang benar dan yang salah di dalam berbagai macam aspek
kehidupan, sehingga mampu menembus dan melihat realitas yang tersembunyi.
3) Memiliki
sifat rendah hati, mampu mendengarkan orang lain dengan sabar, mau mengakui
bahwa mereka tidak tahu segalanya dan bahwa orang lain akan mengajari mereka
sesuatu.
4) Memiliki
persepsi yang jauh dari hasrat-hasrat, kecemasan, ketakutan, harapan, optimisme
palsu atau pesimisme/B-cognition (Being-cognition), yang diiringi
dengan penuh keyakinan.
5) Membaktikan
diri pada tugas atau kewajiban tertentu.
6) Memiliki
kreatifitas yaitu fleksibilitas, spontanitas, keberanian, berani berbuat
kesalahan, keterbukaan dan kerendahan hati (terbuka terhadap gagasan baru).
7) Kadar
konflik dalam diri yang rendah, tidak berperang melawan dirinya sendiri,
pribadi menyatu. Artinya memiliki lebih banyak energi untuk hal-hal yang lebih
produktif. Ia melakukan kesalahan, namun kesalahan itu diterimanya dengan
lapang hati
8) Mandiri:
tidak terlalu merisaukan kehormatan, prestise, maupun hadiah penghargaan
(kemerdekaan psikologis), tegas dalam menegakkan prinsip dasar (Goble, 2010).
Selanjutnya, the
more self-actualized and transendenct an individual becomes, the wisher he or
she also becomes. Self-actualization is defined as finding self fulfillment and
realizing one’s potential. Transendence is defined as helping others find
self-fulfillment and realize the potential. Dalam arti lain, seseorang akan
menjadi semakin bijak apabila menjadi lebih beraktualisasi diri dan
transenden.
Aktualisasi diri dapat
diartikan sebagai menemukan pemenuhan diri dan memahami potensi
seseorang. Transenden dapat didefinisikan sebagai membantu orang lain
menemukan pemenuhan dirinya dan memahami potensi yang mereka miliki
(Jones & Rose, 2005).
Berdasarkan beberapa macam indikator diatas, dapat
disimpulkan bahwa lanjut usia dengan successful aging dilihat dari empat
indikator yaitu autonomy (independence), financial and social status, sense
of meaningful purpose in life, dan self actualization. Dalam
arti lain dapat bermakna otonomi (kebebasan), financial dan status social,
kebermaknaan hidup dan aktualisasi diri.
V.
CARA MENCAPAI SUCCESSFUL AGING
Dalam jurnal yang berjudul “The Journal of Active Aging”, menjelaskan bahwa
ada sepuluh cara yang dapat dilakukan lansia untuk mencapai successful aging :
- Gunakan atau hilangkan. Lansia mungkin sudah
mempunyai banyak kemampuan dan ketrampilan dalam hidupnya, akan tetapi
kemampuan atau ketrampilan itu akan merosot jika tidak digunakan atau
tidak dipraktekkan lagi.
- Tetap melakukan aktivitas. Tetap beraktivitas,
misalnya melakukan aktivitas jalan-jalan selama 30 menit.
- Selalu menggunakan atau mengaktifkan otak.
Saluran neural otak tersebut masih akan berfungsi baik jika lansia tetap
belajar dan mengembangkan saluran-saluran neural baru di otak mereka
selama hidup mereka.
- Tetap terkoneksi. Lansia adalah mahluk sosial dan
tetap membutuhkan interaksi dengan orang lain.
- Jangan merasa sudah tidak berguna. Lansia harus
tetap kreatif dan mempunyai keterikatan yang positif dengan kehidupannya,
sehingga masih dapat memberikan kontribusinya pada masyarakat.
- Berhati-hati dengan ancaman. Sebagian dari lansia
mempunyai resiko besar terhadap penyakit tertentu. Dengan mengidentifikasi
resiko dapat menurunkan ancaman.
- Makan makanan yang sehat. Seperti mesin, tubuh
manusia membutuhkan makanan. Bahkan bisa ditambahkan pula, minum
multivitamin, akan tetapi dengan dikonsultasikan ke dokter terlebih
dahulu.
- Tetap berelasi dengan anak. Mereka akan lebih
bermakna apabila lansia masih tetap bisa melakukan interaksi atau
komunikasi dengan anak-anak atau cucu-cucu mereka.
- Merasa dibutuhkan. Ada banyak kesempatan untuk
melakukan aktivitas di dalam masyarakat. Dengan beraktivitas, lansia bisa
merasakan bahwa hidupnya masih bisa berguna.
- Tertawa. Humor dapat meningkatkan sistem
kekebalan tubuh dan melindungi diri dari penyakit. Humor juga dapat
membuat perjalanan hidup lebih menyenangkan.
DAFTAR PUSTAKA
Angerer, P., Siebert, U., Kothny, W.,
Muhlbauer, D., Mudra, H., Von Schacky, C.(2009). Impact of social support,
cynical hostility and anger expression on progression of coronary atherosclerosis.Journal
of American College of Cardiology.the American College of Cardiology.Published
by Elsevier Science Inc. Vol. 36, No. 6, 2009.
Dorris.(2003).
Successful and active aging.The Journal on Active Aging.2 (6), November
– Desember.
Hamidah.,
Aryati T. W. Studi Eksplorasi Successful
Aging melalui Dukungan Sosial bagi Lansia di Indonesia dan Malaysia.Jurnal. Fakultas Psikologi Universitas Airlangga
Lestari,
T. P. (2008). Dukungan sosial keluarga pada lansia yang duda dan janda. Skripsi.
Fakultas Psikologi. Universitas Sumatera Utara.
Lubis, A.J. (2003). Dukungan sosial bagi pasien
gagal ginjal. Laporan Penelitian. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Santrock.J.W., 1999. Life-span
development.5 ed. University of Texas at Dallas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar